Tujuan mempelajari Ilmu per-UU-an
1. Dapat mengetahui berbagai norma hukum, jenisnya dan karakteristiknya serta tata susunannya, yang memang penting bagi pemahaman hakekat peraturan per-UU-an.
2. Dapat mengetahui berbagai jenis peraturan per-UU-an dan fungsinya serta materi muatannya masing2 secara sumir
3. Dapat mengetahui bentuk luar (kenvorm) dari berbagai jenis peraturan per-UU-an
4. Dapat mengetahui tahap2 proses pembentukan UU, peraturan pemerintahan dan peraturan per-UU-an
5. Dapat mengetahui bagaimana menyusun dan merancang suatu peraturan per-UU-an, apa bagian2 esensial peraturan Per-UU-an, bagaimana sistimatika pembagian batang tubuhnya
6. Dapat mengetahui ragam bahasa dan ungkapan yang digunakan dalam peraturan per-UU-an
SISTIM NORMA
Pengertian norma
Norma diartikan sebagai ukuran atau aturan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat yang harus dipatuhi.
Macam2 Norma
1. Norma Agama
2. Norma adat/kebiasaan
3. Norma moral
4. Dan norma hukum
Perbedaan dan persamaan Norma2 non hukum dengan norma hukum
Persamaan
1. Merupakan pedoman bagaimana kita harus bertindak/bertingkah laku.
2. Norma2 itu berlaku, berdasar dan bersumber pada suatu norma yang lebih tinggi
Perbedaan
Norma hukum
1. Bersifat heteronom
artinya norma hukum itu datangnya dari luar diri kita sendiri
contoh :
Ketentuan wajib membayar pajak (wajib memenuhi ketentuan pembayaran pajak, meskipun kita tidak suka)
2. Norma hukum dapat dilekati dengan sanksi pidana maupun sanksi pemaksa secara fisik
3. Pelaksanaan sanksi dilakukan oleh aparat negara
Norma Non hukum
1. Bersifat otonom
Artinya norma itu dating dari dalam diri kita sendiri
Contoh :
Kita menghormati orang tua atau kita akan berpuasa, maka hal ini dikarenakan kehendak dan keyakinan kita sendiri untuk menjalankan norma tersebut.
2. tidak dilekati adanya sanksi pidana maupun sanksi pemaksa lainnya.
3. Penerapan sanksinya dating dari diri kita sendiri, misalnya merasa bersalah/berdosa.
Hans kelsen mengemukakan 2 sistim norma
1. Sistim norma yang statik
adalah suatu sistim yang melihat pada isi suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik menjadi norma2 khusus atau norma2 khusus itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum.
Contoh :
Dari suatu norma umum yang menyatakan “hendaknya engkau menghormati ortu”, dapat ditarik menjadi norma khusus, seperti kita wajib membantu ortu, merawat ortu dsbnya.
2. Sistim norma yang dinamik
Adalah suatu sistim norma yang melihat pada berlakunya suatu norma dari cara pembentukannya atau penghapusannya. Norma itu berjenjang2 dan berlapis2 dalam hirarki per-UU-an, dimana norma yang dibawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan seterusnya sampai mencapai norma yang tertinggi yakni Norma dasar (grundnorm)
Sistim dan karakteristik norma hukum
Hans kalsen menyatakan
Hukum termasuk sistim norma yang dinamik, oleh karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga2/otoritas2 yang berwenang membentuknya sehingga hal ini dilihat dari segi berlakunya atau pembentukannya.
Sistim Norma yang dinamik dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Norma hukum vertikal
adalah dinamika norma hukum yang berjenjang dari atas ke bawah atau dari bawah keatas dimana suatu norma hukum itu berlaku berdasar dan bersumber pada norma diatasnya, norma hukum yang berada diatasnya berlaku, berdasar dan bersumber pada norma hukum yang lebih di atasnya hingga pada suatu norma hukum yang menjadi dasar bagi semua norma hukum yang dibawahnya. Demikian seterusnya.
2. Norma hukum horizontal
adalah dinamika hukum ini bergerak ke samping karena adanya suatu analogi, yakni penarikan suatu norma hukum untuk kejadian2 yang dianggap serupa.
Contoh :
Didalam peraturan hukum disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pencurian adalah apabila seseorang mengambil barang orang lain untuk dipakai atau dimiliki dengan cara melawan hukum. Saat sekarang pengertian barang dalam ketentuan tersebut bukan hanya benda yang dapat diambil tapi pengertian barang tersebut disamakan juga untuk aliran listrik.
Karakteristik
Karakteristik suatu norma dapat ditinjau dari berbagai sudut atau aspek, yakni :
1. Ditinjau dari segi alamat
yang dituju untuk siapa norma itu ditujukan
Norma hukum ini dapat dibedakan atas 2 yaitu :
a. Norma hukum umum.
Norma hukum yang ditujukan untuk orang banyak dan tidak tertentu. Umum disini dapt diartikan bahwa “barang siapa atau setiap orang atau setiap warga negara yang sesuai dengan yang di tuju”.
b. Norma hukum individual
Norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan pada seseorang, beberapa orang atau banyak orang yang telah tertentu, biasanya norma hukum ini dirumuskan dengan kalimat sebagai berikut :
§ Para pengemudi kendaraan roda empat atau lebih yang bermuatan barang dari tiga orang dilarang melewati jl. Husni thamrin Jakarta pada jam 08.00 s/d 18.00 wib tanggal 17 agustus 2001.
§ Izin mendirikan Bangunan ini diberikan kepada ahmad yang beralamat di jl. Waru no.33 kelurahan keramat beringin kota bogor.
2. Ditinjau dari hal yang diatur atau perbuatannya/tingkah lakunya.
Norma hukum ini dapat dibedakan karakteristiknya atas 2 yaitu :
a. Norma hukum abstrak
adalah suatu norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti tidak kongkrit. Norma ini biasanya merumuskan perbuatan itu secara abstrak.
Misalnya : “mencuri….”, “membunuh….”, belum diketahui wujud kongkrit dari perbuatan mencuri apa ? atau membunuh apa/siapa ?
b. Norma hukum kongkrit
adalah suatu norma hukum yang melihat perbuatan seseorang itu secara kongkrit (nyata)
contoh :
Mencuri sepeda motor merek Honda supra berwarna hitam di tempat parkir pasar raya padang atau membunuh si badu dengan sebuah pisau belati.
3. Ditinjau dari segi daya lakunya.
Norma hukum ini dapat dibedakan karakteristiknya atas 2 yaitu :
a. Norma hukum yang berlaku sekali selesai (einmahlig)
adalah norma hukum yang berlakunya hanya satu kali saja dan setelah itu selesai. Jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan itu, norma hukum itu selesai.
b. Norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig)
adalah norma hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, artinya dapat berlaku kapan saja secara terus menerus, sehingga peraturan itu di cabut atau diganti dengan peraturan yang baru
contoh :
setiap warga negara dilarang mencemari dan merusak lingkungan hidup.
4. Norma hukum tunggal dan norma hukum berpasangan
a. Norma hukum tunggal
adalah suatu norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh suatu norma hukum lainnya. Jadi isinya hanya merupakan suatu suruhan (das sollen) tentang bagaimana kita harus bertindak atau bertingkah laku.
Contoh :
Persiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi (pasal 14 UUD 1945)
b. Norma hukum berpasangan
adalah suatu norma hukum yang berpasangan terdiri atas norma hukum primer dan norma hukum sekunder.
1. Norma hukum primer
adalah suatu norma hukum yang berisi aturan/patokan bagaimana cara kita bertingkah laku di dalam masyarakat, norma hukum ini biasanya dirumuskan dengan menggunakan istilah “hendaknya….”
Contoh :
“hendaknya engkau tidak menyakiti orang atau mahkluk hioduplainnya”.
2. Norma hukum sekunder
adalah suatu norma hukum yang berisi tata cara penanggulangannya apabila suatu norma hukum primer itu tidak dipenuhi. Norma hukum sekunder ini mengandung sanksi bagi seseorang yang tidak memenuhi norma hukum primer.
Contoh :
…..jika engakau menganiaya orang lain dihukum 10 tahun penjara.
Dengan demikian norma hukum pasangan itu dalam berbagai UU dapat ditemui, seperti :
“barang siapa yang menghilangkan nyawa orang lain, dihukum setinggi-tingginya 15 tahun penjara”.
Norma hukum dalam negara
Hans nawiasky mengembangkan teori yang dikembangkan oleh Hans kelsen dalam susunan tata hukum yaitu :
1. Norma Fundamental negara
Merupakan dasar pembentukan konstitusi UUD 1945 dari suatu negara termasuk norma pengubahnya. Jadi hakekat hukum norma adalah syarat bagi berlakunya konstitusi atau UUD yang ada lebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu negara dan merupakan suatu norma bagi tempat bergantungnya norma2 hukum dibawahnya. Norma yang tertinggi ini tidak dibentuk untuk norma yang lebih tinggi lagi. Jika norma2 ini dibentuk dengan norma yang lebih tinggi itu bukan norma yang tertinggi.
2. Aturan dasar poko
negara merupakan kelompok norma hukum dibawah norma hukum fundamental negara dari aturan dasar negara ini merupakan aturan2 yang masih bersifat pokok atau umum atau garis besar sehingga masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma sekunder. Norma ini dapat dituangkan dalam suatu dokumen dan dapat juga dalam beberapa dokumen negara yang tersebar disebut dengan aturan dasar. Dalam aturan ini biasanya diatur mengenai pembagian kekuasaan negara dan hubungan antar lembaga negara antara negara dan warga negara.
3. UU FORMAL
kelompok norma2 hukum yang terletak dibawah aturan dasar ataupokok negara. UU yang berbeda dengan kelompok norma diatas. Norma dalam suatu UU sudah merupakan hukum yang lebih kongkrit terinci serta dapat langsung berlaku dalam masyarakat dan tidak hanya bersifat tunggal tapi norma ini dapat dilengkapi norma sekunder disamping norma primer berisikan sanksi pidana atau pemaksa dan norma hukum ini di bentuk oleh lembaga legislative.
4. Aturan pelaksana dan aturan otonom
Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksana dan otonom. Peraturan ini terletak dibawah UU berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalm UU, dimana peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi yang membuat otonom hanya satu instansi.
Peraturan perundang-undangan
Pengertian
§ Dalam peraturan Per-UU-an dalam UU No 5 Tahun 1986
Semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik tingkat pusat maupun ditingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum.
§ Dalam UU No 10 Tahun 2004
Peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan megikat secara umum.
Arti pentingnya/Manfaat peraturan per-UU-an
1. Peranan peraturan per-UU-an merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali (diidentifikasi), mudah diketemukan kembali, dan mudah ditelusuri. Sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis dan tempatnya jelas. Begitu pula pembuatnya.
2. Peraturan per-UU-an memberikan kepastian hukum yang lebih nyata., karena kaidah2nya mudah diidentifikasi dan mudah ditemukan kembali.
3. Struktur dan sistematika peraturan per-UU-an lebih jelas, sehingga memungkinkan untuk diperikasa kembali dan diuji baik segi2 formal maupun materi muatannya
4. pembentukan dan pengembangan peraturan per-UU-an dapat direncanakan, faktor ini sangat penting bagi negara2 yang sedang membangun sistim hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Masalah2 dalam pemanfaatan peraturan per-UU-an
1. Peraturan per-UU-an tidak fleksibel. Tidak mudah menyesuaikan peraturan per-UU-an dengan perkembangan masyarakat.
2. peraturan per-UU-an tidak pernah lengkap untuk memenuhi peristiwa atau tuntutan hukum, hal ini dapat menimbulkan kekosongan hukum.
Mengatasi masalah2 tersebut
1. Kemampuan para legal drafter dalam merencanakan suatu peraturan per-UU-an yang tidak lekas usang dalam arti kemampuan untuk membaca gejala dan peristiwa kehidupan masyarakat dalam suatu waktu tertentu untuk diprediksi nilai2nya, kemudian dituangkan dalam peraturan per-UU-an yang dibuatnya.
2. Memperbesar peranan hakim untuk memberikan penafsiran terhadap suatu peraturan perundangan. Sebab hakim tidak saja sekedar mulut Undang2 melainkan melainkan menegakkan hukum yang hidup ditengah2 masyarakat itu sendiri.
Peraturan per-UU-an yang baik
Untuk menghasilkan suatu peraturan per-uu-an yang baik diperlukan untuk merancangnya. Tenaga2 teknis tidak saja menguasai tehnik masalah, tata susunan, sistimatika bahasa tetapi juga harus mengetahui :
1. Tujuan pembentukan
Tujuan pembentukan harus jelas atau produk UU tsb ada sasarannya yang akan dicapai/dapat mengatur masyarakat yang tidak beraturan menjadi masyarakat yang beraturan.
2. Fungsi pembentukan
Bentuk suatu peraturan per-UU-an agar memenuhi fungsinya sebagai sumber pengenal (kenvorm), dibagi atas 4 bagian besar yaitu :
a. penamaan
b. pembukaan
c. batang tubuh
- ketentuan umum
- ketentuan materi
- ketentuan pidana
- ketentuan peralihan
- ketentuan penutup
d. penutup
3. Mengetahui, menguasai materi yang diatur
a. menguasai
materi harus dikuasai benar oleh pembuat uu sehingga menghasilkan produk UU yang benar dan dapat mencapai tujuan atau sasaran uu yang diinginkan
b. mengetahui
pengetahuan2 tersebut meliputi :
- apakah materi tersebut pernah diatur sebelumnya
- untuk apa materi tersebut diatur
- bentuk peraturan per-uu-an mana yang tepat untuk mengaturnya
- pandangan jauh kedepan.
Pandangan Bagirmanan untuk suatu peraturan per-uu-an yang baik yaitu :
1. Perumusan tersusun secara sistematis, sederhana dan baku.
2. Sebagai kaidah mampu mencapai daya guna dan hasil guna yang maksimal baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan
3. sebagai gejala sosial merupakan perwujudan pandangan hidup kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat
4. sebagai sistim hukum harus mencerminkan suatu rangkaian sistim yang teratur dari keseluruhan sistim hukum yang ada.
Jenis peraturan per-uu-an RI
1. yang diatur dalam UUD 1945
a. Undang-undang
b. Peraturan pemerintah pengganti UU (perpu)
c. Peraturan pemerintah
d. Perda dll
2. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966
a. UUD 1945
b. Tap MPR
c. UU/PERPU
d. Peraturan Pemerintah
e. keputusan presiden
3. Tap MPR No. III/MPR/2000
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. ketetapan MPR RI
c. Undang-undang.
d. peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)
e. peraturan pemerintah
f keputusan presiden
g. Perda
4. UU No 10 Tahun 2004
a. UUD Negara RI
b. UU/Peraturan pemerintah pengganti UU/PERPU
c. peraturan pemerintahan
d. peraturan presiden
e. peraturan daerah
FUNGSI PERATURAN PER-UU-AN
1. Undang2 dan perpu
a. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang tegas2 menyebutnya
b. Pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang tubuh UUD 1945.
c. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Tap MPR yang tegas2 menyebutnya.
d. Pengaturan dalam bidang konstitusi
2. Peraturan pemerintahan (PP)
a. pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas2 menyebutnya.
b. Pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam UU yang mengaturnya
3. Keputusan Presiden (kepres)
a. menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan
b. enyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas2 menyebutnya.
c. Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan lain dalam PP
4. Keputusan mentri (kepmen)
a. menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dibidangnya.
b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam keputusan presiden
c. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UU yang tegas2 menyebutnya.
d. Menyelenggarakan lebih lanjut ketentuan dalam PP yang tegas2 menyebutnya
5. Keputusan kepala lembagapemerintahan non departemen
a. menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya.
b. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam keputusan presiden
6. Peraturan daerah
Peraturan daerah berfungsi yang bersifat atribusi dan fungsi delegasian dari keputusan presiden.
7. Keputusan kepala daerah
Menyelenggarakan pengaturan pelaksanaan peraturan daerah.
Materi muatan peraturan per-UU-an
Pengertian
Adalah materi yang dimuat dalam peraturanper-uu-an sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan per-uu-an.
Asas2 materi muatan dalam peraturan per-UU-an
1. Pengayoman
Peraturan per-uu-an berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat
2. kemanusiaan
materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak2 asasi manusia secara proposional.
3. kebangsaan
materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic.
4. kekeluargaan
materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam mengambil keputusan.
5. kenusantaraan
materi muatan peraturan per-uu-an memperlihatkan kepentingan seluruh wilayah Indonesia.
6. bhineka tunggal ika
materi muatan peraturan per-uu-an memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku, dan golongan.
7. keadilan
materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan keadilan secara proposional
8. kebersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
materi muatan peraturan per-uu-an tidak boleh berisikan hal2 yang bersifat membedakan.
9. ketertiban dan kepastian hukum
materi muatan peraturan per-uu-an harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
materi muatan peraturan per-uu-an mencerminkan keseimbangan, keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Materi muatan masing2 jenis peraturan per-uu-an
1. Materi muatan undang-undang
a. mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi
- hak2 asasi manusia
- hak dan kewajiban negara
- pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara
- wilayah negara dan pembagian daerah
- kewarganegaraan dan kependudukan
- keuangan negara
b. diperintahkan oleh suatu UU untuk diatur dengan UU
2. Materi muatan PERPU
Sama dengan materi muatan dalam UU
3. Materi muatan PP
Materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya dan tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan.
4. Materi muatan peraturan presiden
Materi yang diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah
5. materi muatan peraturan daerah
seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan per-uu-an yang lebih tinggi.
Landasan pembentukan peraturan per-uu-an
1. landasan filosofis
yaitu dasar filsafat, pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum sewaktu menuangkan keinginan ke dalam suatu rancangan peraturan per-uu-an. Ide yang menjadi dasar cita hukum tersebut merupakan sistim nilai yang tumbuh dalam masyarakat mengenai hal2 yang baik dan buruk sebagai pedoman dan tutunan berperilaku dalam kehidupannya.
Di Indonesia yang menjadi landasan filosofis pembentukan peraturan per-uu-an adalah Pancasila
2. Landasan politis/sosiologis
Landasan Polotis adalah Garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi pembentukan peraturan per-uu-an.
Landasan sosiologis adalah landasan yang mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah2 yang dihadapi oleh masyarakat.
Dengan dasar sosiologis ini diharapkan peraturan per-uu-an yang di buat akan diterima oleh masyarakat secara wajar, bahkan spontan
3. Landasan Yuridis
Adalah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembentukan suatu peraturan per-uu-an
Landasan yuridis dibedakan jadi 2 yaitu :
a. landasan yuridis dari segi formal
landasan yuridis yang memberi kewenangan bagi instansi tertentu untuk membuat peraturan per-uu-an.
b. Landasan yuridis dari segi materil
Landasan yuridis dari segi isi suatu peraturan hukum untuk diatur lebih lanjut ke dalam peraturan per-uu-an tertentu.
Kerangka peraturan per-uu-an
1. PENAMAAN/JUDUL
a. judul memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun penetapan, nama peraturan per-uu-an
b. judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca, diletakkan ditengah marjin, kata tidak boleh di singakt
contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
c. kalau masih rancangan belum diberi no dan tahun
d. kata rancangan tidak boleh disambung dengan kata lain
FRASE PERUBAHAN
a. kalau baru sekali dirubah
contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2003
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 15 TAHUN 2002
TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
b. kalau dua/lebih dari satu kali perubahan, beri keterangan yang menunjukan berapa kali perubahan tersebut
contoh :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR…. TAHUN….
PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR……..TAHUN……TENTANG……..
2. Pembukaan
Terdiri atas :
a. frase dengan rahmat tuhan yang maha esa.
- ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, di tengah marjin
- frase merupakan pembuka untuk menimbang dan mengingat
b. jabatan pembentuk peraturan per-uu-an
ditulis dengan huruf kapital, ditengah marjin, diakhiri dengan tanda baca koma
c. Konsiderans
- diawali dengan kata menimbang
- memuat unsure filosofis, yuridis dan sosiologis
- kalau konsiderens memuat lebih dari satu pokok pikiran maka tiap2 pokok pikiran diawali dengan huruf abjad
- tiap kalimat diawali dengan kata “bahwa” dan diakhiri dengan tanda baca titik koma
- tiap2 pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
Contoh :
Menimbang : a. bahwa sampah berserakan di halaman fakultas hukum ;
b. bahwa dengan berserakan sampah akan menimbulkan bau ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
hurufa,hurufbperlumembentukUndang-Undang……….Tentang………
d. Dasar hukum
- diawali dengan kata mengingat
- peraturan per-uu-an yang digunakan sebagai dasar hukum hanya yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
- Kalau dasar hukum diambil dari ketentuan UUD 45
Contoh :
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 ;
- kalau dasar hukum bukan UUD 45, tidak perlu mencantumkan pasal, cukup mencantumkan nama judul peraturan per-uu-an
- Undang2, peraturan pemerintah, peraturan presiden perlu dilengkapi dengan pencantuman lembaran negara republik Indonesia dan tambahan lembaran negara republik Indonesia diantara tanda baca kurung
Contoh :
Mengingat : 1…………;
2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 4316);
e. Diktum
- Memutuskan
Ditulis seluruh dengan huruf kapital, tanpa spasi, diakhiri dengan tanda baca titik dua, diletakkan ditengah marjin.
- Pada Undang2, sebelum kata memutuskan dicantumkan frase “dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA yang di letakkan di tengah marjin.
Contoh :
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
- Untuk perda DPR RI
DPRD…………(nama daerah) dan Gubernur/Bupati/Walikota……….(nama daerah)
- Menetapkan
Dicantumkan sesudah kata memutuskan, disejajarkan ke bawah dengan kata menimbang dan mengingat, huruf awal dengan huruf kapital, diakhiri dengan tanda baca titik dua
Contoh :
MEMUTUSKAN
Menetapkan : Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
3. BATANG TUBUH
Memuat semua substansi peraturan per-uu-an yang dirumuskan dalam pasal, umumnya dikelompokkan dalam;
- ketentuan umum;
isi dari ketentuan umum merupakan defenisi2 dari ketentuan2 UU tsb
- materi pokok yang diatur;
- ketentuan Pidana (jika diperlukan)
- ketentuan peralihan (jika diperlukan)
- penutup
isi dari penutup bersifat tetap tidak boleh ditambah dan dikurangi
contoh :
agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan…………………….(jenis peraturan per Undang-Undangan)…………………………ini dengan menempatkannya dalam lembaran negara republik Indonesia.
UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR……………TAHUN …………
TENTANG
……………………….
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa………..;
b. bahwa………..;
dst;
Mengingat : 1. ……………;
2………………;
dst;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UUNDANG-UNDANG TENTANG……………….(nama undang-undang)
BATANG TUBUH
a. KETENTUAN UMUM
b. MATERI YANG DIATUR
c. KETENTUAN PIDANA
d. KETENTUAN PERALIHAN
e. KETENTUAN PENUTUP
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN………NOMOR………..
Tata cara mempersiapakan RUU
Legislatif
§ RUU usul inisiatif
Menurut pasal 19 UU no. 10 tahun 2004
- RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR
- RUU yang berasal dari DPD dapat diajukan oleh DPD kepada DPR
- ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan RUU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan tata tertib DPR dan peraturan tata tertib DPD
Menurut pasal 128 – 131 keputusan DPR RI No. 15/DPR-RI/2004-2005 tentang peraturan tata tertib DPR-RI
Sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) orang anggota dapat mengajukan usul inisiatif RUU
RUU yang berasal dari DPRD
Pasal 132 peraturan tata tertib DPR-RI 2004-2005
§ Proses mendapatkan persetujuan (proses pembahasan di DPR)
Pembahasan RUU dilakukan melalui dua tingkat pembicaraan
a. Tingkat I pembicaraan dilakukandalam rapat komisi, rapat badan legislasi, rapat panitia anggaran atau rapat panitia khusus.
b. Tingkat II pembicaraan dilakukan dalam rapat paripurna
Sebelum dilakukan pembicaraan tingkat I dan Tingkat II, diadakan rapat fraksi.
§ Proses pengesahan dan pengundangan.
EXEKUTIF
§ RUU Prakarsa pemerintah
Versi UU No 10 tahun 2004 pasal 18
- RUU yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
- Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari presiden, dikordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan per-uu-an.
- ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara RUU sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan presiden
catatan :
peraturan presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hingga sekarang masih belum ada, maka dapat digunakan peraturan yang telah ada sebelumnya, yakni KEPRES No 188 Tahun 1998 yaitu dengan tahapan sebagai berikut :
§ Proses mendapatkan persetujuan (proses pembahasan di DPR)
Pembahasan RUU dilakukan melalui dua tingkat pembicaraan
c. Tingkat I pembicaraan dilakukandalam rapat komisi, rapat badan legislasi, rapat panitia anggaran atau rapat panitia khusus.
d. Tingkat II pembicaraan dilakukan dalam rapat paripurna
Sebelum dilakukan pembicaraan tingkat I dan Tingkat II, diadakan rapat fraksi.
§ Proses pengesahan dan pengundangan.
Ada 3 hal yang dipersoalkan yang berkaitan dengan pembahasan yaitu :
1. Aspek Transparasi
Dalam proses pembentukan PERDA, aspek ini adalah sangat penting sebagai refleksi lanjut dari prinsip pemerintah yang baik atas keputusan yang diambil oleh lembaga2 daerah. Pasal 30 UU No.10 Tahun 2004 menyatakan penyebarluasan Ranperda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh secretariat DPRD (SEKWAN), Penyebarluasan Ranperda dari gubernur, bupati, wako oleh secretariat daerah. Penyebarluasan itu dapat dilakukan melalui televise, radio, media cetak, majalah dan edaran di daerah, hingga khalayak ramai dapat mengetahui adanya rancangan peraturan yang sedang dibahas di DPRD bersangkutan. Dengan demikian masyarakat dapat memberikan masukan atas materi yang dibahas. Hal ini juga diperkuat dalam pasal 142 UU No 32 tahun 2004.Penyebarluasan merupakan syarat terwujudnya pertisipasi public yang selama ini belum dimuat pada peraturan2nya.
Secara ringkas :
Bagi pemerintahan yang baik aspek ini mengandung makna pada waktu pembentukan kebijakan public harus melibatkan masyarakat.
2. Aspek partisipasi
Landasan normative aspek partisipasi public berkaitan dengan pembahasan Ranperda tercantum dalam pasal 53 UU 10 Tahun 2004, menyatakan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan/tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan RUU maupun Ranperda ini, diperkuat dalam UU 32 tahun 2004 pasal 139.
3. Aspek Teknis Pembicaraan Ranperda
Masalah pengundangan dan daya ikat suatu peraturan per-UU-an
Dalam hai ini kita jumpai 3 variasi, yaitu :
1. Pernyataan tersebut dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan, maka dalam hal ini peraturan tersebut mempunyai pula daya ikat pada tanggal yang sama dengan tanggal pengundangannya.
Contoh :
Suatu UU itu di undangkan pada tanggal 1 Nof 1996, maka pada tgl tersebut juga UU itu berdaya laku serta berdaya ikat (mengikat umum).
2. Peraturan dinyatakan berlaku beberapa waktu setelah diundangkan maka dalam hal ini peraturan tersebut mempunyai daya laku pada tgl di undangkan, akan tetapi daya ikatnya setelah tgl yang telah ditentukan.
Contoh :
Suatu uu diundangkan pada tgl 1 nov 1996 dan dinyatakan berlaku 30 (tiga puluh) hari kemudian, maka uu itu mempunyai daya laku sejak tgl 1 nov 1996 dan uu tersebut berdaya ikat (mengikat umum) pada tgl 1 desember 1996.
3. Peraturan tersebut dinyatakan berlaku pada tgl diundangkan tetapi dinyatakan pula berlaku surut sampai tgl yang tertentu, maka hal ini berarti bahwa peraturan tersebut mempunyai daya laku sejak tgl diundangkan tetpi dalam hal2 tertentu ia mempunyai daya ikat yang berlaku surut sampai tgl yang ditetapkan tadi. Ketentuan saat/waktu berlaku surutnya peraturan tersebut dinyatakan secara tepat dan pasti.
Contoh :Dalam suatu uu dinyatakan berlaku pada tgl diundangkan dan dinyatakan berlaku surut sampai pada tgl 1 agust 1996, maka apabila UU tersebut diundangkan pada tgl 1 nov 1996 ia mempunyai daya laku dan daya ikat mulai tgl 1 nov 1996 tersebut dan berlaku surut sampai dengan tgl 1 agustus 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
saran, kritik, ide dan uneg-uneg